Senin, 14 Maret 2011

Masa awal diterima sebagai anggota lingkungan akademis kampus atau masa-masa menjadi mahasiswa baru seringkali disertai oleh beberapa konflik. Dalam kerangka akademis, status dan peran sebagai seorang mahasiswa seringkali memberikan konsekuensi psikologis yang memberatkan bagi seseorang. Banyak penelitian menyimpulkan bahwa ujian, praktikum dan tugas-tugas kuliah yang lain memicu timbulnya stres yang berhubungan dengan peristiwa akademis (academic stress); yang dalam tingkat keparahan tinggi dapat menekan tingkat ketahanan tubuh (Taylor, 1991:477).
Salah satu penelitian tentang stres pada mahasiswa dilakukan oleh Glasser (dalam Taylor, 1991:478) yang mengukur parameter kekebalan tubuh dan psikologis terkait dengan stres menghadapi ujian. Pengukuran dilakukan pada 40 siswa tahun kedua mulai 6 minggu sebelum ujian sampai 6 minggu setelah ujian. Berdasarkan analisa skor pre-test dan post-test ditemukan peningkatan gejala stres serta penurunan tingkat kekebalan tubuh yang signifikan (Suryani, 2004:70). Penelitian Glasser tersebut sekaligus menunjukkan bahwa mahasiswa merupakan kelompok yang memiliki potensi besar untuk mengalami stres. Di lain pihak, stresor akademik sangat sulit bahkan tidak mungkin untuk ditiadakan. Sementara, lingkungan sosial cenderung menuntut seorang mahasiswa untuk dapat memenuhi harapan-harapan mereka, seperti nilai tinggi, aktif berorganisasi, berpikir kritis, dan sebagainya dengan optimal.
Oleh karena itu, perlu dirancang sebuah intervensi untuk membantu mahasiswa menghadapi stresor sehingga dapat mengelola stres dengan baik. Intervensi ini hendaknya memperhatikan faktor kepraktisan, efisiensi, dan efektifitas pelaksanaannya, karena intervensi yang berbelit dan memakan waktu, tenaga, atau biaya yang tidak sedikit dapat menjadi stresor baru bagi mahasiswa. Salah satu intervensi yang ditawarkan adalah dengan penggunaan humor dan tawa dalam setting terapi.
Humor dan tawa sebenarnya bukan merupakan sesuatu hal yang benar-benar baru secara ilmiah, namun penggunaannya sebagai terapi belum banyak dikenal. Selama lebih dari dua dekade terakhir telah dilakukan penelitian yang membuktikan bahwa tawa berdampak positif bagi berbagai sistem di dalam tubuh kita. Tawa membantu menyingkirkan efek-efek negatif stres dan berbagai penyakit yang terkait dengan stres seperti tekanan darah tinggi, penyakit jantung, kecemasan, depresi, gangguan pencernaan, insomnia, dan asma. Tawa juga membantu meningkatkan sistem kekebalan, yang merupakan kunci utama untuk mempertahankan kesehatan (Kataria, 2004:1).
Penelitian ini dirancang untuk mengetahui efektifitas terapi humor (humor therapy) terhadap penurunan tingkat stres pada mahasiswa baru. Penelitian dilakukan di Fakultas Psikologi, Universitas Airlangga, dengan mengambil sampel mahasiswa tahun pertama.

Stres pada Mahasiswa Baru
Patel (1996:3, dalam Wulandari, 2003:28) menyatakan bahwa stres merupakan reaksi tertentu yang muncul pada tubuh yang bisa disebabkan oleh berbagai tuntutan, misalnya ketika manusia menghadapi tantangan-tantangan (challenge) yang penting, ketika dihadapkan pada ancaman (threat), atau ketika harus berusaha menghadapi harapan-harapan yang tidak realistis dari lingkungannya.
Menurut Patel, stres tidak selalu bersifat negatif. Pada dasarnya, stres merupakan respon-respon tertentu dari tubuh terhadap adanya tuntutan-tuntutan dari luar. Dengan adanya berbagai tuntutan tersebut, tubuh manusia berusaha mengatasi dengan menciptakan keseimbangan antara tuntutan luar, kebutuhan dan nilai-nilai internal, kemampuan coping personal, dan kemampuan lingkungan untuk memberikan dukungan. Hasil dari interaksi tersebut adalah persepsi terhadap stres.
Akibat berbagai persepsi terhadap stres, muncullah 2 kondisi stres yang berbeda, yaitu eustress dan distress. Eustress adalah kondisi stres yang memberikan pengaruh positif bagi individu. Ini terjadi jika sebuah stresor diinterpretasikan sebagai tantangan sehingga dapat meningkatkan motivasi individu yang bersangkutan untuk dapat menyelesaikannya dengan baik. Sedangkan, distress adalah stres yang memberikan pengaruh buruk atau negatif. Distress terjadi ketika individu menginterpretasikannya sebagai sebuah ancaman, hambatan, atau gangguan sehingga dia akan selalu merasa ketakutan dan semakin menurunkan motivasinya untuk dapat menyelesaikan masalah tersebut.
Kenyataannya hampir semua manusia pernah mengalami stres dalam hidupnya, demikian juga mahasiswa baru. Perubahan kondisi lingkungan dan peran yang harus dipenuhi sebagai bagian dari perubahan status dari pelajar menjadi mahasiswa merupakan stresor yang umumnya dialami mahasiswa baru. Secara lebih spesifik, stresor pada mahasiswa baru dapat dikelompokkan menjadi 3 kategori di bawah ini:
a. Akademis
Stresor akademis meliputi perubahan mendadak pada situasi belajar, metode mengajar, serta suasana kampus yang jauh berbeda dengan sebelumnya, yaitu di sekolah. Pada lingkungan kampus, mahasiswa dituntut untuk lebih aktif, belajar mandiri, berpikir komprehensif, dan sebagainya yang bukan merupakan suatu hal yang mudah untuk dilakukan oleh seluruh mahasiswa baru.
b. Sosial
Pemberian status mahasiswa pada seseorang secara otomatis diikuti oleh pemberian label sosial serta harapan masyarakat dan keluarga terhadap mahasiswa baru. Label-label sosial seperti “tunas harapan bangsa” dan “putra kebanggaan orang tua” menyiratkan besarnya harapan masyarakat dan keluarga terhadap mahasiswa yang seringkali justru menjadi stresor tersendiri bagi mahasiswa baru. Keraguan terhadap kemampuan diri dan keinginan untuk memenuhi harapan sosial pada akhirnya dapat menjadi ancaman dan tantangan yang mempengaruhi tingginya angka potensi stres pada mahasiswa baru.
c. Personal
Sebagai individu, mahasiswa memiliki konsep, harapan, tujuan, dan nilai-nilai pribadi yang dipegang dan ingin diterapkan selama dia menjalani masa studi. Kesenjangan antara prinsip dan kenyataan yang harus dihadapi juga dapat menjadi pemicu mahasiswa baru mengalami stres. Dalam rangka penyesuaian dan mempertahankan diri, mahasiswa baru dapat merubah prinsip dan melakukan konformitas atau tetap memegang prinsip personal dan membuat kelompok baru bersama dengan sesama mahasiswa baru yang memiliki kesamaan prinsip.

Ketrampilan dalam mengelola stresor tersebut selanjutnya akan menentukan apakah dia akan mengalami stres atau tidak. Mahasiswa baru yang mempersepsikan stresor sebagai tantangan cenderung memiliki motivasi untuk menyesuaikan diri dengan perubahan yang dia alami. Di lain pihak, mahasiswa baru yang mempersepsikan stresor sebagai ancaman atau hambatan cenderung merasa terganggu dan cenderung menutup diri sebagai bentuk pertahanan sehingga dia gagal mempelajari teknik-teknik coping stress terhadap masalah tersebut dengan baik dan cepat. Apabila seorang mahasiswa baru mengalami distress dan tidak ada penanganan, baik dari orang lain maupun oleh diri sendiri sesegera mungkin stres dapat menetap dan mahasiswa tersebut akan rentan terhadap berbagai peristiwa yang terjadi selama proses belajar selanjutnya.

Terapi Humor (Humor Therapy)
Terapi humor merupakan metode terapi dengan menggunakan humor dan tawa dalam rangka membantu individu menyelesaikan masalah mereka, baik dalam bentuk gangguan fisik maupun gangguan mental (http://www.theherbsplace.com/AHM/ahmhumortherapy.html). Penggunaan tawa dalam terapi akan menghasilkan perasan lega pada individu. Ini disebabkan tawa secara alami menghasilkan pereda stres dan rasa sakit.
Pemberian stimulasi humor dalam pelaksanaan terapi diperlukan karena beberapa orang mengalami kesulitan untuk memulai tertawa tanpa adanya alasan yang jelas. Stimulasi humor yang dimaksud dapat diberikan dalam bentuk berbagai media, seperti VCD, notes, badut, dan komik. Apabila humor diberikan sebagai satu-satunya stimulus untuk menghasilkan tawa dalam setting terapi akan disebut sebagai terapi humor, namun jika dikombinasikan dengan hal-hal lain dalam rangka untuk menciptakan tawa alami (misalnya dengan yoga atau meditasi) akan disebut sebagai terapi tawa.
Terapi humor modern terjadi sekitar tahun 1930-an, dimana beberapa rumah sakit mengundang badut untuk menghibur anak-anak penderita polio. Tahun 1964, Norman Cousins menerbitkan Anatomy of an Illness yang mendokumentasikan kasus nyata tentang dampak positif penggunaan humor terhadap penyakit. Pada waktu itu, Norman Cousins didiagnosa menderita Cousins Ankylosing Spondylitis, yaitu sebuah penyakit mematikan yang meyebabkan disintegrasi pada jaringan spinalis. Para dokter memberikan prognosis kesembuhan pada Cousin sebesar 1 dibanding 500 kasus. Menghadapi tipisnya angka peluang untuk sembuh, Cousins memutuskan untuk melakukan terapi humor untuk menghibur dirinya sendiri. Dalam pelaksanaannya, Cousins menemukan bahwa 15 menit tertawa terbahak-bahak dapat menghasilkan tidur tanpa rasa sakit selama ± 2 jam. Sampel darah juga menunjukkan bahwa tingkat penyebaran penyakit telah menurun setelah menjalani terapi humor. Pada akhirnya, Cousins benar-benar sembuh dari penyakitnya. Selanjutnya, dia menuliskan pengalaman tersebut pada buku Anatomy of an Illness (http://www.holistic-online.com/Humor_Therapy/humor_therapy_introduction.htm).
Ada cukup banyak data dari penelitian medis yang menunjukkan bahwa kendati seseorang hanya berpura-pura tertawa atau bersikap gembira, tubuh telah menghasilkan zat-zat kebahagiaan. Menurut prinsip Neurolinguistic Programming apapun yang terkait dengan usaha memunculkan tawa tetap merupakan suatu bentuk latihan. Tubuh tidak mengetahui perbedaan antara berpikir mengenai sesuatu dengan benar-benar melakukannya. Maka apapun sumbernya, tawa menimbulkan serangkaian perubahan fisiologis yang sama di dalam tubuh kita (Kataria, 2004:5).
Sebagai terapi dengan pendekatan yang holistik, terapi humor tidak terlepas dari adanya kelebihan dan kekurangan. Kelebihan terapi humor adalah, antara lain:
a. Terapi humor merupakan terapi yang tidak membutuhkan banyak peralatan. Terapi ini dapat dilakukan dengan menggunakan media VCD, majalah, televisi, atau tidak menggunakan peralatan sama sekali, yaitu dengan saling berbagi cerita lucu dengan orang lain.
b. Terapi humor tidak memiliki batasan ruang dan waktu dalam pelaksanaannya. Ini dapat diterapkan di kamar, kelas, maupun ruangan terbuka.
c. Terapi humor tidak menuntut kehadiran seorang terapis profesional dan dapat diterapkan secara mandiri oleh individu atau kelompok yang menginginkanya.
d. Terapi humor dapat dilakukan dalam kelompok maupun individual. Namun, untuk mendapatkan manfaat yang lebih banyak, biasanya cenderung dilakukan dalam kelompok kecil.
e. Tidak ada ketentuan mengenai materi yang digunakan sebagai stimulus humor. Masing-masing individu bebas memilih jenis humor sesuai dengan minat dan keinginannya.

Selain kelebihan-kelebihan di atas, penggunaan tawa dalam terapi humor juga memiliki beberapa keterbatasan yang menjadi kekurangannya sebagai sebuah intervensi kesehatan, antara lain:
a. Terapi humor tidak dapat diterapkan pada individu dengan beberapa gangguan kesehatan, seperti hernia, wasir parah, penyakit jantung dengan sesak napas, pasca operasi, peranakan turun, kehamilan, serangan pilek dan flu, tuberkulosis, dan komplikasi mata (Kataria, 2004:63-68). Hal ini dikarenakan produksi tawa dikhawatirkan akan mengganggu proses penyembuhan serta dapat menularkan beberapa penyakit tertentu bila dilakukan dalam kelompok. Namun, kekurangan ini dapat dikendalikan jika individu yang bergabung dapat menguasai dirinya sendiri, sehingga tidak melakukan aktifitas tertawa yang berlebihan selama sesi terapi berlangsung.
b. Faktor lain yang dapat menjadi penghalang keberhasilan terapi humor adalah tingkat dan jenis sense of humor. Sense of humor adalah bagaimana seseorang mempersepsikan sebuah stimulus sebagai stimulasi humor sehingga dapat menghasilkan tawa. Tingkat sense of humor mengacu kepada seberapa sering seseorang mempersepsikan humor sebagai sebuah stimulus untuk menghasilkan tawa; sedangkan jenis sense of humor mengacu kepada jenis humor apa yang paling dapat membuat seseorang tertawa. Menurut penelitian Hartanti (2002); hanya orang-orang dengan tingkat dan jenis sense of humor tertentu yang mampu merespon stimulasi humor sesuai dengan yang diharapkan.

METODE PENELITIAN
Tipe dan Desain Penelitian
Penelitian menggunakan desain eksperimen ulang non random (non-randomized pretest-posttest control group design). Desain ini merupakan desain eksperimen yang dilakukan dengan memberikan pretes sebelum perlakuan dan posttes setelah perlakuan, dimana terdapat kelompok eksperimen dan kelompok kontrol yang ditetapkan dengan tidak random (Kerlinger, 1995).
Definisi Operasional
Definisi operasional variabel-variabel dalam penelitian ini adalah:
a. Penurunan tingkat stres pada mahasiswa baru
Penurunan tingkat stres adalah penurunan tingkat stres pada kelompok eksperimen setelah diberi perlakuan, yang terungkap dalam skor skala stres, yaitu Inventory of College Student’s Recent Life Experiences (ICSRLE) dan Symptoms Stress Table (SST) untuk mengukur tingkat stres berdasarkan gejala fisiologis dan psikologis yang muncul serta kehadiran stresor pada mahasiswa.

b. Terapi humor (humor therapy)
Terapi humor merupakan metode terapi dengan menggunakan humor dan tawa dengan tujuan utnuk menjaga dan meningkatkan kesehatan holistik. Terapi humor dilaksanakan dengan memberikan stimulasi humor kepada subyek penelitian dalam bentuk VCD humor 1 kali tiap minggu dengan judul atatu tema yang telah disepakati bersama antara peneliti dengan subyek penelitian; serta notes humor yang berisi 30-40 cerita-cerita humor dari berbagai jenis humor yang diberikan 1 kali tiap minggu setelah menonton VCD humor. Di antara rentang waktu pemberian stimulasi humor, ada sesi diskusi untuk membahas materi yang telah diterima subyek dan materi yang akan diberikan selanjutnya serta hal-hal terkait dengan perubahan perilaku yang dialami subyek setelah menerima stimulasi humor.

Subyek Penelitian
Subyek dalam penelitian ini adalah mahasiswa baru (tahun pertama) Fakultas Psikologi Universitas Airlangga. yang memiliki tingkat stress tinggi berdasarkan pengukuran sebelumnya. Bagi mahasiswa tahun pertama yang pernah mengikuti kegiatan perkuliahan di tempat lain atau pernah menjadi mahasiswa sebelumnya tidak termasuk dalam subyek penelitian ini

Metode Pengumpulan Data
Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala tingkat stres yang meliputi 2 skala yang diberikan secara terpisah. Skala yang pertama adalah Inventory of College Students Recent Experiences (ICSRLE) dan Symptomp Stress Table (SST) yang akan mengukur tingkat stres berdasarkan kehadiran stresor khusus pada mahasiswa serta munculnya gejala fisik dan psikologis (http://faculty.weber.edu/molpin/healthclasses/1110/bookchapters/selfassessmentchapter.htm).


Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan teknik Independent Sample t-test menggunakan bantuan komputer program SPSS versi 11.5 for Windows.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari hasil Independent Sample t-Test didapatkan nilai t hitung sebesar -1,763 dengan signifikansi 0,0455. Karena signifikansi < 0,05 dan karena nilai t hitung > 1,711, yaitu nilai t tabel pada derajat kebebasan 24 dan derajat kesalahan 5%, maka Ha yang menyatakan bahwa terapi humor (humor therapy) efektif untuk menurunkan tingkat stres pada mahasiswa baru dinyatakan diterima.
Hasil t-test ini didukung oleh perbedaan rata-rata gain score yang menunjukkan adanya penurunan tingkat stres (-16,385) pada kelompok eksperimen yang menerima perlakuan dan peningkatan tingkat stres (1,154) pada kelompok kontrol yang tidak menerima perlakuan.

Perolehan Gain Score pada
Kelompok Kontrol dan Kelompok Eksperimen
S Keterangan Skor Pretest Skor Posttest Gain Score Ket.
1 Eksperimen 40 61 21 Meningkat
2 Eksperimen 61 55 -6 Menurun
3 Eksperimen 68 71 3 Meningkat
4 Eksperimen 71 70 -1 Menurun
5 Eksperimen 74 94 20 Meningkat
6 Eksperimen 75 50 -25 Menurun
7 Eksperimen 85 77 -8 Menurun
8 Eksperimen 88 53 -35 Menurun
9 Eksperimen 90 62 -28 Menurun
10 Eksperimen 96 65 -31 Menurun
11 Eksperimen 110 81 -29 Menurun
12 Eksperimen 112 59 -53 Menurun
13 Eksperimen 117 76 -41 Menurun
14 Kontrol 59 97 38 Meningkat
15 Kontrol 63 86 23 Meningkat
16 Kontrol 69 103 34 Meningkat
17 Kontrol 73 74 1 Meningkat
18 Kontrol 74 80 6 Meningkat
19 Kontrol 78 46 -32 Menurun
20 Kontrol 85 97 12 Meningkat
21 Kontrol 90 81 -9 Menurun
22 Kontrol 91 102 11 Meningkat
23 Kontrol 109 118 9 Meningkat
24 Kontrol 111 125 14 Meningkat
25 Kontrol 113 71 -42 Menurun
26 Kontrol 127 77 -50 Menurun

Penurunan tingkat stres pada kelompok esksperimen dan peningkatan tingkat stres pada kelompok kontrol, seperti yang terlihat pada tabel di atas, sesuai dengan penelitian Michelle Jordan dan David J. Carter yang tertuang dalam sebuah jurnal kesehatan dengan judul The Relationship Between Stress and Humor with Asian College Students (http://www.angelfire.com/journal2/njca/JordanCarter.html). Dalam penelitian Jordan dan Carter ditemukan bahwa tingkat stres pada mahasiswa memiliki hubungan yang erat dengan tingkat sense of humor-nya. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi stres hampir sama dengan faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan sense of humor seseorang, yaitu usia, jenis kelamin, penghasilan, dan suasana tempat tinggal.
Namun, apabila dilihat lebih lanjut pada distribusi perolehan gain score tidak seluruh kelompok eksperimen mengalami penurunan tingkat stres dan tidak seluruh kelompok kontrol mengalami kenaikan tingkat stres. Penurunan tingkat stres yang tidak merata pada seluruh kelompok eksperimen dapat disebabkan oleh respon mereka yang berbeda terhadap materi terapi. Bagi mereka yang tertawa dengan lepas selama sesi terapi cenderung mengalami penurunan tingkat stres yang signifikan, karena satu putaran tawa yang bagus dapat mengurangi tingkat hormon stres, yaitu epinephrine dan cortisol (Kataria, 2004: 69). Sedangkan penurunan tingkat stres pada beberapa kelompok kontrol merupakan sesuatu yang wajar terjadi mengingat rentang waktu pemberian pretest dan posttest cukup lama (± 3 minggu), sehingga mereka memiliki kesempatan untuk menyesuaikan diri dengan stresor dan membentuk respon atau coping stres yang sesuai.
Kenaikan tingkat stres pada subyek penelitian, baik kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol, dapat dimaklumi sebagai suatu kewajaran; mengingat pemberian posttest dilaksanakan 1 minggu menjelang Ujian Akhir Semester (UAS) dilaksanakan. Pada waktu-waktu tersebut, stresor akademik cenderung meningkat secara kuantitas dan kualitas akibat semakin padatnya aktivitas perkuliahan termasuk tugas-tugas dan praktikum. Ini sesuai dengan pernyataan Taylor (1991:477) yaitu telah dilakukan banyak penelitian yang menemukan bahwa ujian, praktikum dan tugas-tugas kuliah yang lain mempengaruhi timbulnya stres yang berhubungan dengan peristiwa akademis (academic stress).

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan pelaksaan penelitian ini maka dapat ditarik kesimpulan bahwa terapi humor (humor therapy) efektif untuk menurunkan tingkat stres pada mahasiswa baru Fakultas Psikologi Universitas Airlangga.
Selain itu, berdasarkan analisa data kualitatif pelaksanaan terapi humor memiliki banyak manfaat baik personal maupun sosial. Secara personal, subyek merasa lebih tenang, rileks, dan tidak mudah marah atau bosan. Sedangkan, secara sosial, subyek memiliki kesempatan untuk lebih mengenal dan akrab dengan teman satu angkatan yang sama-sama menjadi subyek penelitian (kelompok eksperimen).

Saran
Berdasarkan pengalaman dalam memberikan terapi humor, maka peneliti dapat memberikan masukan kepada peneliti dan praktisi terapi humor berikutnya, antara lain:
Pemberian terapi humor dengan melibatkan subyek untuk memilih materi ternyata cukup efektif dalam penelitian ini. Oleh karena itu praktisi atau peneliti selanjutnya hendaknya tetap mempertahankan keterbukaan ini untuk menjaga kenyamanan dan kelancaran penelitian

0 komentar:

Posting Komentar

 
Powered by Blogger